Selasa, 25 Juli 2023

Tema    : KAIDAH PANTUN

Resume : 13

Gelombang    : 29

Hari, tanggal : Senin, 24 Juli 2023

Narasumber  : Miftahul Hadi, S.Pd

Moderator     : Gina Dwi Septiani, S.Pd., M.Pd


Pergi ke pasar membeli delima

Pulangnya mampir ke toko zaitun

Marilah kita sambut bersama-sama

Mas Miftah narasumber Kaidah Pantun

Pantun pembuka pertemuan KBMN 29  malam ini oleh moderator Ibu Gina Septiani, S.Pd., M.Pd yang langsung disambut pantun juga oleh Narasumber Bapak Miftahul Hadi, S.Pd.

Banjir kanal jembatan patah,

Jatuh ke semak di pinggir kali,

Salam kenal saya mas Miftah,

Dari Demak berjuluk kota wali.

Sesuai pantun, kita berkenalan dulu dengan narasumber Bapak Miftahul Hadi, S.Pd. Beliau Guru SD Negeri Raji 1 Demak, Guru penggerak angkatan 5, NSBPB Kemendikbudristek gelombang 3, dan finalis Festival Pantun Pendidikan Negeri Serumpun (kategori guru) tingkat ASEAN. Beliau juga jebolan KBMN ke-17 dengan segudang buku solo dan buku antologi. Malam ini  narasumber memperkenalkan tentang pantun yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Ada beberapa penyebutan untuk pantun yang dikenal di masing-masing daerah di Indonesia, Menurut Suseno (2006) di Tapanuli, pantun dikenal dengan nama ende-ende.

Contoh: 

Molo mandurung ho dipabu,

Tampul si mardulang-dulang,

Molo malungun ho diahu,

Tatap siru mondang bulan.

Sedangkan di Sunda, pantun dikenal dengan nama paparikan.

Contoh:

Sing getol nginam jajamu,

Ambeh jadi kuat urat,

Sing getol naengan elmu,

Gunana dunya akhirat.

Pada masyarakat Jawa, pantun dikenal dengan sebutan parikan.

Contoh:

Kabeh-kabeh gelung konde,

Kang endi kang gelung Jawa,

Kabeh-kabeh ana kang duwe,

Kang endi sing durung ana.

Keberagaman penyebutan pantun di masing-masing daerah menunjukan hasanah budaya yang ada di Indonesia. Pantun sendiri telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014. Menyusul pada tanggal 17 Desember 2020 pantun ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada sesi ke 15 intergovernmental comittee for the safeguarding of the intangible cultural heritage.

Dengan penetapan tersebut, bukan berarti kita tidak perlu berbuat apa-apa lagi, justru untuk terus memelihara sebagai warisan budaya tak benda dunia, pantun harus terus dikaji, ditulis sehingga terus lestari di masyarakat. Pantun seringkali kita dengar saat pidato atau sambutan. Namun yang membuat khawatir adalah pantun digunakan untuk mengolok-olok, ujaran kebencian seperti yang sering kita saksikan di acara televisi.

Untuk lebih mengenal apa itu pantun, berikut beberapa definisi mengenai pantun.

  1. Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan. Dan kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019)
  2. Pantun berasal dari akar kata “TUN” yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019)
  3. Pantun termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris pertama disebut dengan pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar 2020)

Selain untuk komunikasi sehari-hari, pantun juga dapat digunakan dalam sambutan pidato, menyatakan perasaan, lirik lagu, perkenalan maupun berceramah/dakwah. 

Untuk mengembalikan Marwahnya, pantun memiliki fungsi antara lain :

  1. Sebagai alat pemelihara bahasa
  2. Pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir.
  3. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar.
  4. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata.

Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.

Berdasarkan definisi di atas, pantun dapat dikenali dengan ciri-ciri :

Satu bait terdiri atas empat baris

* Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata

* Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata

* Bersajak a-b-a-b

* Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang

* Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud


Sesuai dengan tabel perbedaan karya sastra, bisa dilihat contoh syair sebagai berikut:

Ke sekolah janganlah malas,

Belajar rajin di dalam kelas,

Jaga sikap janganlah culas,

Agar hati tak jadi keras.

Ada empat baris.

Persajakan A-A-A-A (lihat bunyi akhirnya, memiliki bunyi yang sama "as")

Baris pertama, kedua, ketiga dan keempat isinya saling berhubungan.

Contoh gurindam:

 Jika selalu berdoa berdzikir,

Ringan melangkah jernih berpikir.

Hanya terdiri atas dua baris.

Memiliki hubungan sebab akibat.

Bersajak A-A

Ada beberapa tips cara mudah membuat pantun dengan cepat.

Contoh:

1. Tahu, bahu, perahu, suhu.

2. Baik, naik, Daik, asyik.

3. Cinta, pelita, kata, jelita, kota.

4. Datang, petang, batang, kentang.

5. Suka, cempaka, cuka, Malaka.

6. Dalam memilih kata untuk Rima, minimal dua atau tiga huruf.

7. Membuat pantun akan lebih mudah jika menulis baris ketiga dan keempat terlebih dahulu.


Dua bait pantun sebagai kata penutup,

Biji selasih jangan dimakan,

Batang tebu akar seruntun,

Terimakasih saya ucapkan,

Bapak ibu kelas kaidah pantun.

 Pergi berkelah menjaja katun,

Saudagar Arab di tengah pekan,

Segala madah telah disusun,

Salah dan khilaf mohon dimaafkan.


Teruslah berkarya, berdedikasi dan menginspirasi.

Fokus pada satu hal yang dikuasai.


Salam Literasi



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Sudah lama blog ini penuh dengan sarang laba-laba. tidak ada aktivitas menulis sejak beberapa bulan terakhir. Padahal dengan konsisten, ki...