Resume : 25
Gelombang : 29
Hari, tanggal : Senin, 21 Agustus 2023
Narasumber : Eko Daryono, S.Pd
Moderator : Bambang Purwanto, S.Kom., Gr
Di ujung pertemuan KBMN PGRI ke-29 malam ini membahas 'Menulis Buku dari Karya Ilmiah'. Bersama moderator bapak Bambang Purwanto, S.Kom., Gr yang akan membersamai narasumber Pak Eko Daryono, S.Pd. memberikan wawasan yang lebih mendalam bagaimana sebuah karya ilmiah menjadi buku. Tema yang tentunya teoristis dan bikin pusing mengingat tidak ada standarisasi konversi KTI menjadi buku. Namun demikian, dari berbagai pengalaman yang telah disampaikan oleh para Widyaiswara, Peneliti LIPI, Pakar Menulis akhirnya mengerucut pada standar isi buku.
Apa itu Karya Tulis Ilmiah? Menurut
Perka LIPI No 2/2014 bahwa: “Karya tulis ilmiah adalah tulisan hasil litbang
dan/atau tinjauan, ulasan (review), kajian, dan pemikiran sistematis yang
dituangkan oleh perseorangan atau kelompok yang memenuhi kaidah ilmiah"
Apa sajakah yang termasuk dalam
KTI ?
Secara umum KTI ada dua yaitu KTI
Nonbuku dan KTI Buku
Mengacu penjenisan tersebut
ternyata tidak semua KTI itu berupa buku. Secara wujud, PTK, PTS, Tugas Akhir,
skripsi, tesis, desertasi memang berwujud buku, namun bukan buku. Lebih
tepatnya laporan hasil penelitian dan sifat publikasinya pun terbatas.
Bagaimana struktur penulisan
KTI pada umumnya?
Umumnya KTI tersusun atas bab-bab
dengan penomoran yang struktural sesuai dengan jenis KTI serta institusinya.
contoh umum yang mungkin sudah
banyak dilihat badan sistematika berikut:
Apa perbedaan laporan KTI dan
KTI yang telah dikonversi menjadi buku?
Buku hasil konversi dari KTI bisa
di ISNB-kan sedangkan KTI yang langsung dibuat buku tanpa konversi atau mentah (KTI
langsung diterbitkan) umumnya QRCBN
Bagaimana cara mengkonversi KTI
menjadi buku?
Langkah Pertama : Memodifikasi
Judul
Judul KTI umumnya mengandung unsur
: variabel penelitian, objek penelitian, dan setting penelitian (baik tempat
maupun waktu).
Judul buku hasil konversi ini
seperti judul buku-buku lain harus menarik, unik, mudah diingat, dan
mencerminkan isi buku. Kemenarikan judul buku sifatnya subjektif.
Contoh sederhana dari KTI dari Bapak Eko :
Langkah Kedua : Memodifikasi
Sistematika dan Gaya Penulisan
KTI Nonbuku yang berupa laporan
hasil penelitian umumnya ditulis dengan sistematika dan penomoran yang baku
seperti yang telah diuraikan di atas.
Nah, pada saat laporan tersebut
dikonversi menjadi buku, maka harus dimodifikasi gayanya sesuai dengan gaya
penulisan buku. Tidak tampak lagi adanya sub bab-sub bab yang membuat isi buku
seolah-olah terpisah-pisah
Modifikasi Bab I
Bab I yang biasanya PENDAHULUAN
boleh tetap dipertahankan judulnya dengan PENDAHULUAN, boleh PEMBUKA namun
lebih menarik jika diambilkan dari intisari Bab I, misalnya fenomena yang
terkait dengan inti buku
Secara struktur, tidak diperlukan
lagi sub bab - sub bab seperti latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat
dalam bentuk angka-angka. Fokusnya lebih mengeksplor latar belakang
Modifikasi Bab II
Bab 2 dapat dibagi menjadi
beberapa bab dalam buku dengan cara mensplitnya sehingga setiap bab mengandung
satu aspek pembahasan
Modifikasi Bab III
Bab III yang berisi metode
penelitian biasanya diringkas menjadi satu atau dua paragraf dan dimasukkan
pada bab IV di bagian awal.
Sekedar contoh untuk meringkas.
Apakah narasi di atas baku? Tentu tidak. Maksudnya bab 3 memang bisa
benar-benar tidak tampak lagi dalam buku hasil konversi KTI
Modifikasi Bab IV
Bagian ini sejatinya merupakan
bagian inti isi buku, sesuai dengan judul buku. Bab IV tidak lagi menggunakan
judul Hasil Penelitian dan Pembahasan, namun disesuaikan dengan konteks buku.
Biasanya Judul buku menjadi pilihan sebagai judul Bab IV, namun sekali lagi
tergantung pada penulis yang ingin mengeksplor kelebihan bukunya
Modifikasi Bab V
Pada laporan hasil penelitian, bab
V biasanya diberi judul PENUTUP. Judul tersebut dapat dipertahankan. Substansi
isinya sesuai dengan fenomena yang diangkat tanpa adanya prasaran
Modifikasi Lampiran
Lampiran yang disertakan hanyalah
instrument penelitian atau hasil olah data. Adapun data-data yang menyangkut
privaci tidak boleh disertakan, misalnya daftar nilai siswa lengkap dengan
namanya. Jika ingin menyajikan nilai siswa sebaiknya dibuat kode-kode atau
dibuat tabulasi.
Bolehkah laporan KTI apa adanya
langsung dijadikan buku?
Sah-sah saja penulis langsung
menerbitkan KTI-nya menjadi model seperti buku (tapi bukan buku). Hanya saja
buku semacam ini sulit untuk memperoleh ISBN. terlebih saat ini penerbitan ISBN
begitu selektif
Secara persepsi pembaca yang akan
menilai kelayakannya. Nilai jual KTI yang langsung dibukukan tanpa dikonversi
tentu akan berbeda dengan yang memang dikonversi jadi buku
Hal-hal apa saja yang perlu
diperhatikan saat mengkonversi KTI menjadi buku?
Pertama, keaslian laporan hasil
penelitian
Kedua , menghindari kompilasi yang
terlalu banyak.
Ketiga, memilah dan memilih data
yang dipublikasikan
Keempat, modifikasi bahasa buku
Kelima, hindari pengambilan sumber
kutipan kedua atau pendapat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah.
Keenam, wajib menuliskan semua
daftar Pustaka yang dipakai sebagai rujukan dalam buku untuk mendukung keabsahan
buku.
Ketujuh, memperhatikan kaidah
penyusunan buku ber-ISBN (optional)
Berdasarkan pengalaman narasumber dari kegiatan mengeditori ribuan buku khususnya yang berbentuk karya tulis ilmiah, banyak sekali pemilik naskah yang takut kehilangan naskah asli dari karya ilmiah yang dikonversi. Realitasnya memang membuat buku dari karya tulis ilmiah seolah melahirkan buku baru terlebih jika buku tersebut hendak di ISBN kan.
Sebenarnya apapun jenis karya
ilmiah dapat dikonversi menjadi buku dengan catatan jangan takut kehilangan
naskah karena buku hasil konversi memang tidak bisa dipaksakan sama persis
dengan naskah karya ilmiah aslinya. Namun yang perlu disadari, nilai guna dan
nilai jual buku hasil konversi jauh lebih tinggi dari naskah aslinya.
Sebagai penutup, Narasumber memberikan motivasi untuk tidak takut mencoba karena kita didampingi mentor-mentor hebat di Timnya Omjay yang siap membantu. Jangan pernah menyerah dengan tantangan yang ada harus dihadapi.
"Menulis itu olah kata dengan rasa, karena menulis seperti berbicara dan teman bicaranya adalah HATI.” Eko Daryono – Sang Pena Lereng Lawu
Salam Literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar